Nulis di Media Berpengaruh di Nilai?

Sumber Gambar: http://hasan2u.blogspot.com/2011/02/menulis.html

Bagi yang sering baca koran, mungkin sering melihat beberapa mahasiswa kerap menghiasi media cetak lewat berbagai tulisan karyanya. Karya itu bisa berbentuk opini, Cerita Pendek (Cerpen), puisi, atau bentuk karya tulis lain yang tersedia rubrik di media. Untuk bisa termuat di media, tentu membutuhkan tulisan yang layak terbit dan itu tidak mudah bagi seorang mahasiswa.

Namun, beda cerita jika mahasiswa itu telah terbiasa menulis dan memiliki motivasi tersendiri. Beberapa motivasi itu bisa karena hobi, ingin mendapat reward dari media, atau bahkan ingin mendapatkan penghargaan akademik di kampusnya.

Pertanyaanya, apakah selama ini pihak kampus baik dari dosen atau secara akademik memberikan penghargaan atau apresiasi bagi mahasiswanya yang tulisannya bisa termuat di media? Ya, semuanya memang memiliki keberagaman aturan maupun kebijakan dari dosen maupun sistem akademik dalam kampus.

Salah satu mahasiswa yang kerap menulis di media, Kalis Mardiasih, kepada Joglosemar, belum lama ini, mengungkapkan, tidak semua dosen bisa memberikan penilaian secara langsung baik apresiasi dalam bentuk lisan maupun secara nilai akademik. “Ya ada yang memberikan apresiasi, ada juga yang tak peduli. Tergantung dosennya saja,” ujar mahasiswa Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Sebelas Maret (UNS) ini.

Padahal, menurutnya, motivasi dari dosen itu sangat perlu untuk mendorong mahasiswa aktif menulis di media. Karena diakui atau tidak, motivasi mahasiswa dalam menulis itu  masih rendah. Keinginan tinggi, namun untuk mencoba masih cukup rendah sehingga perlu motivasi yang wujudnya riil seperti penghargaan dari dosen maupun kampus.

Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UNS, Eka Nada Shofa Alkhajar, mengungkapkan, sebagai tenaga pengajar pihaknya sangat memotivasi mahasiswa untuk bisa menulis di media dalam bentuk karya tulis apapun. Tidak sekadar penghargaan dalam bentuk pujian yang akan terlontar dari dosen, namun dalam beberapa mata kuliah bisa saja mendapat nilai plus yang cukup besar seperti nilai A. “Seperti dalam mata kuliah Penulisan Kreatif atau Komunikasi Massa, jika ada mahasiswa yang karya tulisnya bisa termuat di media, maka langsung saya beri nilai A dengan menunjukkan bukti,” katanya.

Tak Termakan Waktu

Menurutnya, apapun jurusannya seorang mahasiswa itu harus aktif dalam kegiatan membaca, diskusi dan menulis. Tiga hal itu dapat membangun pola pikir mahasiswa dan bisa menunjang akademiknya. Namun sayangnya, saat ini masyarakat kita termasuk mahasiswa lebih menonjolkan oral culture dari pada menulis. Mereka lebih enjoy ketika hanya berbicara secara lisan dan budaya menulis secara umum masih rendah.

Padahal, menulis itu memiliki manfaat yang cukup luas terutama dalam mempublikasikan ide kita kepada masyarakat luas. “Bayangkan saja, koran itu dicetak berapa ribu eksemplar dan bisa tersosialisakan kepada masyarakat luas. Jika hanya berbicara secara lisan, maka hanya akan didengar oleh sedikit orang yang berada di sekitar kita. Dan jika kita bisa menulis, maka kita tak akan termakan oleh waktu maupun sejarah karena kita punya karya yang bisa dibaca kapanpun nantinya,” tutur Eka.

Sementara diungkapkan oleh Pembantu Rektor III Bidang Kemahasiswaan UNS, Drs Dwi Tiyanto, SU, saat ini pihaknya tengah memproses kebijakan tentang pemberian penghargaan secara akademik kepada mahasiswa yang karya tulisnya bisa termuat di media. Penghargaan itu akan berwujud pada penambahan nilai Satuan Kredit Semester (SKS) yang akan dimasukkan dalam transkrip nilai yang akan mempengaruhi nilai Indeks Prestasi Kumulatif (IPK). “Ke depan kita akan terapkan kebijakan nilai SKS untuk penulisan di media serta penilaian bagi mahasiswa yang aktif dalam organisasi kemahasiswaan,” terangnya.

Dijelaskannya, poin penilaian bagi karya tulis mahasiswa itu akan disesuaikan dengan tingkatan media, seperti lokal maupun nasional. Jika masuk pada media nasional, maka poinnya atau nilainya lebih tinggi, lebih besar nilainya dibanding lokal.

Dwi mengakui, bahwa kebijakan itu bagian dari motivasi bagi mahasiswa untuk aktif dalam kegiatan nonakademik yang dinilai memiliki manfaat cukup besar dalam pembelajaran mahasiswa. Karena untuk membentuk keterampilan mahasiswa tidak cukup dengan kegiatan akademik yang diberikan di lingkungan kelas (Anisaul Karimah/Joglosemar).

Sumber: Harian Joglosemar, 11 Oktober, 2012

Lihat pula: http://www.joglosemar.co/berita/nulis-di-media-berpengaruh-di-nilai-101131.html