Media Massa dan Inovasi Bahasa

Eka Nada Shofa Alkhajar

Dimuat di Joglosemar, 2 Juli 2012

Sumber Gambar: http://www.lazuardibirru.org/berita/news/selama-ramadhan-media-massa-diimbau-sajikan-kesejukan/

Dalam kehidupan sehari-hari hampir dapat dipastikan kita tidak akan pernah dapat terlepas dari yang namanya media massa. Kita tumbuh dan hidup berdampingan dengan media massa. Media massa kini telah menjelma bak seorang teman, sahabat ataupun kekasih yang keberadaannya senantiasa dinantikan.

Bahkan tak jarang media massa pun telah menjadi tuntunan bagi banyak orang. Oleh karena itu, tidak dapat dimungkiri bahwa media massa memiliki peran dan pengaruh yang begitu besar dalam segenap aspek kehidupan masyarakat.

Media massa memang dikenal memiliki kekuatan yang maha dahsyat untuk mempengaruhi masyarakat. Pakar ilmu komunikasi, Denis McQuail (1987) mengungkapkan bahwa media massa mempunyai kekuatan dalam menginovasi, membentuk perilaku serta preferensi masyarakat. Selain itu, media massa sekaligus juga berperan sebagai wahana pengembangan kebudayaan, termasuk bahasa.

Meminjam istilahnya Marshall McLuhan dalam Understanding Media (1964), media massa merupakan the extention of man. Media massa adalah kepanjangan tangan manusia. Dengan kata lain, apa yang bisa dilakukan manusia dapat dilakukan oleh media massa.

Dalam konteks pengembangan dan inovasi bahasa, media massa memegang peranan penting. Media massa memang bukan sekedar dunia informasi, melainkan juga dunia bahasa. Berbicara mengenai bahasa ternyata tidak bisa dianggap remeh karena melalui bahasa itu hakikatnya kita menjadi ada. Bahasa tidak sekedar menjadi alat berkomunikasi melainkan sebuah diskursus yang kompleks. Tidak berhenti sampai di situ, bahasa bahkan dapat berafiliasi dengan suatu kekuasaan maupun sebagai alat perjuangan.

Sebagaimana pernah disampaikan Michel Foucault bahwa relasi kekuasaan (power) dapat terjadi pada hampir setiap aspek kehidupan sehari-hari termasuk yang tersamar dan tersembunyi dalam bahasa. Sehingga secara lebih jauh bahasa tidak bisa dilihat lagi sebagai sebuah media komunikasi yang netral dan bebas nilai (Fakih, 2002).

Lalu bagaimana kaitan antara media massa dengan inovasi bahasa? Tentu kita bersama mengetahui bahwa media massa sebagai wahana pergulatan ide, pikiran dan gagasan dalam bentuk kata dan kalimat dituntut untuk memiliki kreativitas yang tinggi agar menghasilkan tulisan yang tidak membuat jenuh pembaca.

Sehingga tidak perlu heran apabila “kata-kata baru” muncul dari para pekerja dalam media massa yakni jurnalis/wartawan. Kita ambil contoh kata Anda, Heboh dan Gengsi adalah kreasi dari kaum pekerja media massa.

Kata Anda diperkenalkan oleh Sabirin, dan pertama kali dimuat di Harian Pedoman tanggal 28 Februari 1957; lalu kata Heboh pertama kali dikenalkan dalam kosakata bahasa Indonesia dalam Harian Abadi tahun 1953 oleh wartawan Mohammad Sjaaf dan kemudian kata Gengsi merupakan padanan dari kata prestige. Kata ini diperkenalkan oleh wartawan senior Rosihan Anwar pada tahun 1949.

Peran media massa dalam menginovasi bahasa ini kembali memperoleh penguatan sebagaimana disampaikan oleh Harimurti Kridalaksana, guru besar linguistik (2000), bahwa saat ini bahasa media massalah yang dipakai sebagai model penggunaan bahasa. Di sinilah bukti bahwa media massa mampu mengontruksi kemampuan berbahasa dalam masyarakat.

Sehingga dapat dikatakan, bahasa Indonesia tidak dapat lepas dari perkembangan dialektika yang terjadi antara media massa dan masyarakatnya atau sebaliknya. Justru bilamana kita mencoba mensterilkan bahasa Indonesia dari perkembangan atau perubahan, hal itu jelas perbuatan yang tidak masuk akal. Tabik.