Marni Mengais Rezeki di Pagi Buta

Eka Nada Shofa Alkhajar

Pagi buta, udara dingin. Adalah suasana yang sudah akrab dengan wanita ramah ini. Jam menunjukkan pukul 03.30. Di saat orang-orang masih terlelap dalam mimpi. Wanita bernama lengkap Sumarni ini sudah bekerja mencari karunia dunia guna menyambung hidup. Bersama anaknya ia sudah bersiap dengan aneka dagangannya berupa makanan kecil dan ringan untuk dijajakan kepada pembeli di Pasar Nongko. Pekerjaan ini telah ia geluti selama hampir sepuluh tahun lamanya.

Sebelumnya ia mengaku pernah bekerja sebagai seorang buruh di sebuah pabrik sepatu namun karena pabriknya mengalami permasalahan financial akhirnya ia pun terkena imbas pemutusan hubungan kerja (PHK). Padahal dari pekerjaannya ia bergantung untuk menafkahi keluarganya. Dimana ia hidup sebagai single parent bagi ketiga anaknya.

Setelah itu semuanya terasa berat baginya. Ditengah kebingungannya untuk bekerja apa karena memang ia tidak mempunyai modal sama sekali untuk membangun suatu usaha. Akhirnya dengan keberanian ia meminjam sejumlah uang dari tetangganya untuk modal usaha. Ternyata dari sinilah ia memperoleh kesempatan untuk menghidupi keluarganya. Usaha yang ia bangun sudah cukup stabil menurutnya sampai adanya pembangunan mall-mall di Kota Solo.

Dengan banyak berdirinya mall-mal sedikit banyak mempengaruhi besar pendapatannya. Jika pada saat masa-masa sebelum banyak mal berdiri. Pendapatan perharinya dapat mencapai 100.000 rupiah kini dapat menurun sampai 30.000 rupiah atau menurun sekitar 30% sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Studi Masyarakat Transisi (Lesmatra) Surakarta.

Kenyataan hidup seperti ini memang bukanlah sesuatu yang ia dambakan. Namun ia mengaku senang menjalani kehidupan ini dengan sabar dan yang penting ia mendapat rezeki yang halal dan baik bagi keluarganya tidak peduli dengan akan berapa banyak mall baru yang akan muncul. “Seperti itulah mas, saya melakoni pekerjaan ini dengan sabar selain itu yang penting pekerjaan ini halal dan baik bagi keluarga saya,” kenang Marni dengan haru. Dalam obrolan penutup dengannya ia berharap Pemkot Solo agar senantiasa memperhatikan nasib dari pasar tradisional yang ada.