Tanggung Jawab Sosial Media
Eka Nada Shofa Alkhajar
Dimuat di Joglosemar, 8 Maret 2011
Koran adalah pendidik masyarakat banyak (Henry Ward Beecher).
Johan Gutenberg, seorang tukang emas di Mainz, Jerman pada tahun 1455 mungkin tidak pernah menyangka bahwa penemuannya berupa mesin cetak sederhana akan menjadi titik awal abad cetakan yang tentunya sangat bermanfaat bagi umat manusia dewasa ini.
Seiring perjalanan tepatnya pada akhir abad ke-19, menjadi jelas dengan munculnya beberapa bentuk media cetak seperti surat kabar, buku, dan majalah yang digunakan secara luas oleh masyarakat. Media tersebut mewakili bentuk baru komunikasi yang mempengaruhi tidak hanya pola interasi di dalam komunitas dan masyarakat, tetapi juga pandangan psikologis.
Hal ini senada dengan, meminjam istilah C Wright Mills dalam William L Rivers, et.al dalam Mass Media and Modern Society (2003) bahwa media sebagai sistem komunikasi manusia telah kian penting di dunia di mana pengalaman primer telah digantikan oleh komunikasi sekunder. Salah satunya yaitu media cetak.
Harian Joglosemar yang lahir pada 29 Oktober 2007 lalu sekaligus meramaikan jagat persuratkabaran di wilayah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) diharapkan turut memainkan peran-peran strategis dalam upaya mencerdaskan masyarakat. Di samping pula tentunya bergerak dalam ranah industri. Dari kacamata industri, media massa memang tidak mungkin lepas dari bisnis karena sudah merupakan suatu misi integral hadirnya suatu surat kabar (koran). Namun penekanan juga harus diberikan pada ranah ideal yakni mission sacre (misi suci) memberikan pencerahan dan mencerdaskan masyarakat yang menjadi khalayaknya (Jacobson, 1994). Sehingga tidak dapat dimungkiri bawah media saat ini telah memainkan peran sebagai salah satu agen perubahan (agent of change) itu sendiri.
Untuk memahami peran ini, kita perlu menyimak konstruksi dunia media karya klasik Marshall McLuhan dalam Understanding Media: The Extention of Man (1964), di mana diungkapkan bahwa media merupakan alat perluasan ekspresi manusia sehingga yang disebut media bukan sekadar wahana komunikasi, namun juga indera manusia dan media mekanis yang memperluas kemampuan manusia serta wahana yang mempertebal pengetahuan manusia.
Hal ini diafirmasi Denis McQuail (1987), ia mengatakan bahwa media massa mempunyai kekuatan sebagai sumber kekuatan—alat kontrol, manajemen, dan inovasi dalam masyarakat yang didayagunakan sebagai pengganti kekuatan atau sumber daya lainnya, dan media massa juga sering kali berperan sebagai wahana pengembangan kebudayaan. Bukan saja dalam pengertian pengembangan seni dan simbol, tetapi juga dalam pengertian pengembangan tata cara, mode, gaya hidup dan norma.
Oleh karena itu, koran bukan hanya berperan sebagai window on event and experience serta a mirror of events in society and the world, implying a faithful reflection saja, melainkan juga sebagai wahana atau forum yang dapat digunakan untuk merepresentasikan berbagai ide dan informasi kepada khalayak yang kemudian memungkinkan terjadinya respons atau umpan balik yang sifatnya dua arah.
Koran sebagai suatu entitas sosial hendaknya memainkan peran medium strategis sebagai salah satu wahana pengembangan masyarakat. Apabila kita menyimak harian Joglosemar secara cermat, peran ini sudah dimainkan oleh harian yang memiliki tagline “Jernih-Bernilai” ini.
Hadirnya rubrik “Akademia” merupakan bukti nyata peran tersebut. Konon, menurut penuturan Pemimpin Redaksi harian tersebut, merekalah yang pertama kali menginisiasi adanya rubrik atau terobosan pemberian ruang bagi mahasiswa dalam praktik pengembangan jurnalistik dibandingkan dengan koran-koran lain yang akhirnya mengikuti jejak kesuksesannya dengan membuat rubrik serupa.
Rubrik satu halaman ini diberikan secara cuma-cuma (gratis) dan mengundang kepada setiap tim mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Jateng-DIY untuk berpartisipasi mengasah kemampuan jurnalistiknya. Rubrik Akademia ini berisi mengenai reportase atau liputan yang memfokuskan bahasan dalam mengulas berbagai hal terkait seluk-beluk sekitar mahasiswa dan kehidupan dunia kampus. Ini tercermin dari slogan yang diusungnya yakni “kritis dan akademis”.
Tim jurnalistik tersebut bebas untuk memilih tema maupun angle liputan untuk kemudian menuliskan beritanya, selanjutnya keredaksian Joglosemar akan melakukan editing maupun seleksi terhadap berita yang akan naik cetak. Begitu pula ketika muncul tema yang sudah pernah diangkat, maka redaksi akan menyampaikan untuk memilih tema yang lain kepada tim jurnalistik dari kampus yang berpartisipasi tersebut. Sehingga dapat dikatakan harian Joglosemar tetap melakukan fungsinya sebagai gatekeeper terhadap isi yang hendak disajikan agar sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku dalam dunia jurnalistik.
Menilik apa yang telah dilakukan koran ini, apabila coba dilacak dari khazanah klasik mengenai teori pers, kita dapat menemukan pijakannya pada Fred S Siebert, Theodore Peterson dan Wilbur Schramm dalam Four Theories of the Press (1956). Sehingga apa yang dilakukannya tersebut merupakan bentuk pelaksanaan dari teori tanggung jawab sosial (social responsibility theory). Sebuah peran yang sejatinya harus tetap dipertahankan oleh setiap media massa yang telah dikenal sebagai salah satu pilar penting demokrasi untuk tetap mampu menginspirasi dan menjadi mercu suar pencerah (pendidik) bagi masyarakat banyak.
Menurut hemat penulis, adanya peluang bagi berbagai institusi perguruan tinggi (semisal universitas, institut, sekolah tinggi dan lain-lain) untuk ikut berpartisipasi dalam rubrik Akademia dengan mengirimkan tim jurnalistiknya, selain untuk wahana pengembangan maupun ruang praktik jurnalistik bagi mahasiswa yang berminat di bidang tersebut. Hal ini juga harus mampu ditilik dari sisi marketing institusi sebagai salah satu wujud periklanan. Sama halnya dengan press release, maka peluang ini lebih tepatnya adalah ibarat “iklan gratis” sebagai sarana mengkomunikasikan perihal suatu institusi perguruan tinggi atau kampus dalam membentuk good image kepada khalayak masyarakat. Hal ini karena dalam setiap edisinya ditampilkan pula informasi dari kampus mana tim (redaksi) maupun dosen pembimbing Akademia yang menuangkan karya jurnalistik itu berasal. Tabik.