Organisasi Mahasiswa, Jangan Sampai Disorientasi
Eka Nada Shofa Alkhajar
Dimuat di Joglosemar, 19 Maret 2012
Konteks ideal organisasi mahasiswa tentu harus senantiasa dijunjung tinggi. Sehingga organisasi mahasiswa tidak dibenarkan apabila masuk ke ranah politik praktis, terkooptasi, berafilisasi ataupun menjadi underbow suatu partai politik. Independensi organisasi mahasiswa harus senantiasa dipegang teguh dan menjadi harga mati guna menjaga kemurnian geraknya.
Tentu kita bersedih manakala ada organisasi mahasiswa yang menggadaikan independensinya untuk kepentingan “kerdil” semata apalagi berkaitan dengan politik praktis sebagaimana penulis ungkapkan sebelumnya.
Tulisan ini tidak bermaksud ataupun berpretensi untuk menimbulkan wacana yang tidak baik melainkan sebuah upaya urun rembuk penulis sebagai sebentuk pengingat bagi segenap organisasi mahasiswa untuk selalu menjaga independensinya yang seharusnyalah ditegakkan.
Selain itu, perihal membangun sebuah iklim kompetisi antar organisasi mahasiswa yang sehat dan berwibawa patut untuk menjadi perhatian pula. Penulis mengambil contoh misalnya, pada saat momentum penerimaan maupun masa orientasi mahasiswa baru. Di masa ini biasanya suhu kontestasi kian meninggi dan kian marak.
Hal ini terlihat lumrah karena masa-masa tersebut merupakan ajang bagi segenap elemen mahasiswa untuk mengajak kawan-kawan mahasiswa baru belajar berproses dalam organisasi apapun itu bentuknya. Dengan catatan, asalkan memang untuk membangun sebuah paradigma konstruktif dan kritis bukan malah membentuk paradigma yang tunggal, feodal, maupun malah menjadikan diri kita kerdil dengan menganggap bahwa “ini yang benar” dan “itu yang salah” secara membabi-buta tanpa mau melihat dari berbagai perspektif yang ada.
Menurut penulis jikalau memang dalam perjalanan, niatan mengajak mahasiswa baru ini ada berbagai hal yang terlihat berbenturan ataupun berseberangan maka dibutuhkan suatu kejernihan hati dan pikiran untuk beritikad baik sama-sama menyelesaikan hal tersebut dengan membangun suatu ruang dialog yang demokratis lagi bermakna.
Jangan sampai organisasi mahasiswa malah terjebak dalam suatu permainan yang tidak sehat seperti adanya ungkapan “siapa memanfaatkan apa” dan “siapa dimanfaatkan siapa”.
Ditambah berbagai black campaign yang belum tentu benar terhadap organisasi mahasiswa lain yang menjadi kompetitor dengan maksud menjatuhkannya tentu bukanlah hal yang layak untuk dilakukan. Penulis sendiri berharap semoga hal ini tidak terjadi karena tentunya memancing di air keruh bukanlah hal elegan dalam kehidupan mahasiswa.
Sudah saatnya mahasiswa mampu mendudukan segala sesuatu dengan porsi yang benar, sudah saatnya untuk mampu saling menguatkan, saling mendukung, saling memotivasi dan bukan malah saling mencederai. Jika tidak maka mahasiswalah yang tengah mengerdilkan dirinya sendiri!.
Karena setiap peristiwa sejarah merupakan produk dari konteks zaman sejauh yang melingkunginya. Maka mahasiswa tidak boleh asal bergerak dan asal bergerak. Dengan demikian jelas dari fakta-fakta sejarah bahwa perjuangan mahasiswa tidak pernah merupakan show business, melainkan senantiasa dianggap sesuatu yang serius, yang didorong oleh tuntutan besar pada zamannya, tuntunan baru jiwa zamannya. Itulah yang disebut orang Jerman, Zeitgeist (Kohn, 1955: 10).
Adapun catatan penulis selanjutnya untuk menutup tulisan ini adalah sebuah pengingat bahwa jangan sampai organisasi mahasiswa di zaman mutakhir ini memerankan atau melahirkan mahasiswa yang memainkan peranan Don Quixote (di Indonesia dikenal sebagai Don Kisot) tokoh roman karya sastrawan besar Spanyol Cervantes.
Don Quixote adalah tokoh idealis-buta yang tidak mau tahu mengenai kenyataan-kenyataan keras yang ada di sekelilingnya, sehingga tindakan-tindakannya sekaligus menggelikan dan menyedihkan seperti pada waktu ia menyerbu kincir-kincir angin yang disangkanya raksasa dan pada waktu menyerang sekawanan kambing yang dikiranya suatu tentara musuh.
Semoga state of mind nasionalisme dan semangat pembaharuan dapat menjauhkan kita semua dari disorientasi peran organisasi mahasiswa dan mendorong mahasiswa generasi-generasi sekarang untuk dapat menunaikan tugasnya sesuai dengan kondisi-kondisi yang lain dari kondisi-kondisi periode sebelumnya. Sekian dan salam hangat.