Pahlawan-pahlawan yang Digugat: Tafsir Kontroversi Sang Pahlawan

“Kenapa Pahlawan Digugat, Baca Buku Ini Saja. Pahlawan-pahlawan yang Digugat: Tafsir Kontroversi Sang Pahlawan”

Resensi oleh Noviyanto (ed) LENSAINDONESIA.COM

 

“Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa para pahlawannya”. Slogan yang sepertinya patut dicontoh. Hanya saja saat membaca judul buku ini jadi penasaran. Kenapa pahlawan digugat? Setelah apa yang mereka berikan untuk negeri ini. Bacaan yang cocok buat menyambut Hari Pahlawan.

Jangan lihat ketebalan isi buku ini, tidak butuh waktu lama melahapnya. Tapi makna yang terkandung dalam isinya. Ternyata ada sisi lain dari para pahlawan yang kita tidak tahu. Dalam buku ini ada tujuh orang pahlawan yang ”digugat” adalah RA Kartini, Sultan Agung, Pangeran Diponegoro, Ide Anak Agung Gde Agung, Sultan Hasanuddin, Tuanku Imam Bonjol serta Tuanku Tambusai.

Dr. Ida Anak Agung Gde Agung lahir di Gianyar, Bali, pada 24 Juli 1921 , wafat tahun- 1999. Beliau adalah Raja Gianyar sekaligus ahli sejarah serta tokoh politik Indonesia. Beliau pernah menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri maupun Menteri Luar Negeri pada era pemerintahan Presiden Soekarno. Selain itu ia pernah menjabat pula sebagai Dubes RI di Belgia (1951), Portugal, Perancis (1953), dan Austria. Pada tanggal 9 November 2007, beliau dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Pemberian gelar ini banyak menimbulkan kontroversi. Pemerintah berpendapat bahwa Dr. Ida Anak Agung Gde Agung dianggap berjasa dalam perjuangan politik Indonesia. Pada tahun 1948 beliau mendirikan dan menjadi penggerak utama Pertemuan Musyawarah Federal (PMF). Sebuah paguyuban negara-negara dan wilayah Federal di Indonesia yang bertujuan untuk menghimpun kekuatan politik guna menanggulangi berbagai perundingan RI-Belanda. Kemudian pada tahun 1949 memimpin delegasi Negara Indonesia Timur dan PMF ke Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda.

Namun saksi sejarah Bali menyebutkan beliau memihak Belanda. Serta mendirikan Pemuda Pembela Negara (PPN) yang justru berhadapan dengan pejuang kemerdekaan di Bali. Organisasi itulah yang menangkapi, menyiksa bahkan membunuh para pejuang.

Tuanku Tambusai lahir di Tambusai, Rokan Hulu, Riau, 5 November 1784. Beliau meninggal 12 November 1882 pada umur 98 tahun di Negeri Sembilan, Malaysia. Beliau adalah salah seorang tokoh Paderi terkemuka. Tuanku Tambusai juga terkenal berjuang gigih melawan Belanda dengan gerakan paderinya di sekitar daerah Rao dan Mandailing. Tuanku Tambusai yang memiliki nama kecil Muhammad Saleh, merupakan anak dari pasangan Ibrahim dan Munah. Ayahnya seorang ulama besar di Tambusai. Sejak kecil Muhammad Saleh telah diajarkan ayahnya ilmu bela diri, termasuk ketangkasan menunggang kuda, dan tata cara bernegara

Gelar Pahlawan Nasional diberikan berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 071/TK/Tahun 1995 pada tanggal 07 Agustus 1995. Kontroversi timbul saat ditemukan sebuah catatan yang menyebutkan bahwa Pasukan Tuanku Tambusai telah melakukan pembantaian yang kejam, bahkan memutilasi ratusan penduduk Padang Lawas.

Secara keseluruhan buku ini memberikan pencerahan mengenai kondisi para pahlawan kita. Pahlawan tetaplah pahlawan, terlepas mengandung kontroversi atau tidak.

Sumber: http://www.lensaindonesia.com/2011/11/09/pahlawan-pahlawan-yang-digugat-tafsir-kontroversi-sang-pahlawan.html