Memaknai Organisasi Mahasiswa

Eka Nada Shofa Alkhajar

Dimuat di Joglosemar, 12 Maret 2012

Dalam sejarah perjalanannya, organisasi mahasiswa tak akan lepas dari sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Kehidupan mahasiswa niscaya tidak terlepas dari yang namanya organisasi. Bahkan jika kita menilik ke belakang para founding father bangsa Indonesia semisal Soekarno, Hatta atau juga Tan Malaka senantiasa bersentuhan dengan keorganisasian semenjak mahasiswa.

Sehingga tak heran jika kemudian bahkan hingga saat ini mahasiswa merupakan sosok-sosok yang lekat dengan kehidupan organisasi kemahasiswaan. Organisasi mahasiswa tidak dapat dimungkiri memiliki peranan yang signifikan dalam mewarnai gerak langkah bangsa Indonesia dimana organisasi yang digawangi mahasiswa telah banyak membawa perubahan yang berarti bagi bangsa ini.

Oleh karena itu, organisasi mahasiswa berfungsi sebagai katalisator maupun motor bagi perubahan sosial (social change). Menurut Prof. Dr. Nugroho Notosusanto dalam bukunya Menegakkan Wawasan Almamater, organisasi kemahasiswaan dapat dibagi dua yakni organisasi ekstra (luar kampus) dan intra (dalam kampus).

Keduanya mempunyai titik berat masing-masing yaitu organisasi ekstra lebih menitikberatkan pada kehidupan mahasiswa sebagai social wezen/makhluk sosial, sedangkan organisasi intra lebih meletakkan titik berat pada kehidupan mahasiswa sebagai studerend wezen/makhluk belajar (Notosusanto, 1984: 185).

Namun kiranya saat ini pembagian titik berat tersebut sudah semakin memudar karena bergeser seiring akan tuntunan zaman sehingga tidak lagi saklek dengan dikotomi tersebut. Selain itu pula dikotomi itu pun kian menjadi kurang relevan dalam konteks kekinian. Hal ini dapat terlihat bahwa kini hubungan antara kedua organisasi mahasiswa itu semakin bersifat komplementer. Dimana mahasiswa dapat menjadi bagian dari organisasi intra maupun ekstra sekaligus.

Untuk itu dalam konteks saat ini peran-peran organisasi mahasiswa tentu dituntut untuk lebih cerdas dalam membaca peta zaman serta berbagai tantangannya. Peran semisal senantiasa menyuarakan aspirasi, membela kelompok tertindas dan termarjinalkan serta menjadi kelompok pressure group atau kelompok penekan bagi pembuat kebijakan yang dirasa merugikan dan menindas rakyat patut selalu dikuatkan.

Tentunya dengan pembacaan cerdas akan konteks zaman dalam arti mampu mengambil langkah-langkah lebih konkrit dan mengena dalam memberikan alternatif solusi pemecahan problematika maupun sumbangan pemikiran kritis kini kian menjadi pekerjaan rumah yang penting bagi setiap organisasi mahasiswa.

Penulis pikir organisasi mahasiswa harus mulai memikirkan dan melakukan hal-hal tersebut sehingga tidak akan terjebak dalam gerakan atau aksi-aksi demonstrasi ”genit” semata. Gerakan ataupun aksi yang menyentuh apalagi mampu meringankan beban hingga menjawab permasalahan masyarakat itulah yang sesungguhnya dinanti dari kiprah organisasi mahasiswa terlebih di masa-masa sekarang.

Kelompok Penekan

Memang kini peran organisasi mahasiswa tidak sebegitu hebat dan kuat seperti ketika masa kebangkitan nasional dan masa-masa kemerdekaan. Akan tetapi yang menjadi satu catatan penting bagi organisasi mahasiswa saat ini adalah jangan sampai kehilangan konteks. Justru sekarang organisasi mahasiswa dan mahasiswa itu sendiri diharapkan agar senantiasa menjadi elemen yang mampu membangun kesadaran kritis serta memiliki fleksibilitas tinggi dengan tetap menjaga independensinya dalam menyesuaikan dengan pergeseran zaman.

Mahasiswa sebagai elemen yang diharapkan mempunyai suatu kesadaran kritis dituntut untuk mampu melakukan pembacaan secara baik dan jernih terhadap segala bentuk perubahan zaman maupun terhadap segenap problematika yang terjadi.

Seorang mahasiswa dituntut untuk memiliki cara pandang yang komprehensif dan luas sehingga ia tidak mudah terkooptasi dalam permasalahan yang sebenarnya sederhana namun menjadi pelik karena tidak memaksimalkan daya kritisnya. Apalagi dengan cepat menilai suatu hal dengan mendudukannya dalam posisi mengkotak-kotakkan diri dalam sisi “benar” atau “salah” tanpa melihat duduk permasalahan dengan baik.

Menurut penulis, ada satu hal yang tampaknya terlupa adalah pemaknaan sebagai kelompok penekan (pressure group). Kelompok penekan disini sebagaimana diungkapkan seorang pakar politik, Maurice Duverger, adalah “any group or organization which by persuasion, propaganda, or other means, regulary attempts to influence and shape the policies of goverment”.

Dimana kelompok penekan tidak langsung mengambil bagian dalam memperoleh kekuasaan atau dalam melancarkan kekuasaan itu sendiri, mereka bertindak untuk mempengaruhi kekuasaan sementara mereka tidak terlibat didalamnya; mereka melancarkan “tekanan-tekanan” atas kekuasaan yang sedang berjalan (Duverger, 1984).

Jadi memang idealnya tidak dibenarkan aktivis mahasiswa sekaligus ikut bermain dalam politik praktis apapun itu. Sehingga jangan sampai ada organisasi mahasiswa atau gerakan mahasiswa yang terkooptasi oleh suatu partai politik. Apabila ada, hal ini tentu sangat kita sesalkan bersama. Tabik.